HAK HAK POKOK DALAM PROSES PERSIDANGAN
DI PENGADILAN AGAMA WANGI WANGI
HAK HAK POKOK DALAM PERSIDANGAN |
|
1. |
Berhak didampingi oleh Kuasa Hukum/Penasihat Hukum; |
2. |
Berhak berperkara di pengadilan dengan biaya perkara ditanggung oleh negara (sepanjang alokasi dana dimaksud di Pengadilan Agama yang bersangkutan masih tersedia);. |
3. |
Berhak mengajukan jawaban, replik, duplik, rereplik dan reduplik di muka persidangan; |
4. |
Berhak mendapatkan kesempatan menyelesaikan sengketa melalui mediasi atau menolak mediasi; |
5. |
Berhak mengajukan bukti-bukti atau tidak mengajukan bukti-bukti di muka persidangan; |
6. |
Berhak mengajukan kesimpulan di muka persidangan; |
PROSEDUR PERSIDANGAN
PROSEDUR PERSIDANGAN |
||
Pada asasnya peradilan perdata menganut asas persidangan terbuka untuk umum, namun hal tersebut dikecualikan dalam pemeriksaan perkara perceraian, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 80 ayat (2) UU No 7 Tahun 1989 jo Pasal 33 PP No 9 Tahun 1975 yang menyatakan “ Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.” |
||
Proses beracara yang harus dilalui bagi mereka yang sedang berperkara di peradilan agama adalah: |
||
1. |
Pemeriksaan dilakukan selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal surat gugatan/permohonan didaftarkan. Hal ini diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 131 KHI untuk perkara cerai talak, dan untuk perkara cerai gugat diatur dalam Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 141 ayat (1) KHI. |
|
2. |
Pada pemeriksaan sidang pertama yang telah ditentukan, suami istri harus hadir secara pribadi dan majelis hakim berusaha mendamaikan kedua pihak yang berperkara (Pasal 82 UU No 7 Tahun 1989). |
|
3. |
Apabila usaha tersebut tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua pihak berperkara untuk menempuh mediasi (Pasal 3 ayat(1) PERMA No 2 Tahun 2003). |
|
4. |
Apabila upaya mediasi tetap tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan/permohonan. Meskipun demikian usaha mendamaikan tetap dilaksanakan selama pemeriksaan berlangsung. Hal ini sesuai dengan Pasal 70 jo Pasal 82 ayat (4) dan Pasal 143 KHI yang menugaskan kepada hakim untuk berupaya seecara sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkaraperceraian. Tugas mendamaikan merupakan upaya yang harus dilaksanakan hakim pada setiap sidang berlangsung sampai putusan dijatuhkan. |
|
5. |
Apabila dalam pembacaan surat gugatan, pihak Penggugat/Pemohon tetap pada pendiriannya sesuai apa yang tercantum dalam petitum gugatan/permohonannya, maka acara dilanjutkan dengan jawaban. |
|
6. |
Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik. Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon, tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pembuktian. Dalam acara jawaban sebelum proses pembuktian, dimungkinkan adanya gugat balik (rekonpensi) sebagaimana diatur dalam Pasal 132a HIR dan 158 RBg. |
|
5. |
Sesuai dalam Pasal 163 HIR dinyatakan : “ Barangsiapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”. Atau dengan kata lain “ Siapa yang mendalilkan suatu hak maka dia harus membuktikan haknya itu”. Dengan demikian, yang berhak untuk membuktikan adalah Penggugat/ Pemohon. |
|
Sedangkan macam-macam alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, antara lain : |
||
- |
Alat bukti tertulis (Pasal 137,138 dan 165-167 HIR) |
|
- |
Alat bukti saksi : |
|
|
1. |
Pemeriksaan saksi ( Pasal 144-152 HIR) |
|
2. |
Keterangan saksi (Pasal 168-172 HIR) |
- |
Alat bukti persangkaan ( Pasal 173 HIR) |
|
- |
Alat bukti pengakuan (Pasal 174, 175, dan 176 HIR) |
|
- |
Alat bukti sumpah (Pasal 155-158 HIR). |
|
1. |
Apabila tahapan proses pembuktian telah selesai dilakukan, acara dilanjutkan dengan kesimpulan. |
|
2. |
Sesudah tahap kesimpulan, majelis hakim bermusyawarah tentang apa yang akan diputuskan oleh majelis hakim. |
|
|
Di dalam mengambil putusan, majelis berpedoman pada isi ketentuan Pasal 178 HIR : |
|
|
- |
Wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak |
|
- |
Wajib mengadili segala tuntutan |
|
- |
Tidak diperkenankan untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat atau melebihi apa yang digugat. |
1. |
Sesuai ketentuan Pasal 179 HIR bahwa putusan hakim dibacakan di dalam sidang yang terbuka untuk umum, sehingga apabila ketentuan ini dilanggar mengakibatkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. |
|
2. |
Jika kedua belah pihak atau salah satu pihak tidak dapat hadir pada saat dibacakan putusan, maka atas perintah Ketua Majelis putusan tersebut harus diberitahukan kepada kedua belah pihak atau salah satu pihak yang tidak hadir. |
|
TAHAPAN PERSIDANGAN |
||
1. |
Setelah perkara didaftarkan, Pemohon atau Penggugat dan pihak Termohon atau Tergugat serta Turut Termohon atau Turut Tergugat menunggu Surat Panggilan untuk menghadiri persidangan. |
|
2. |
Tahapan Persidangan: |
|
|
a. |
Upaya perdamaian |
|
b. |
Pembacaan permohonan atau gugatan |
|
c. |
Jawaban Termohon atau Tergugat |
|
d. |
Replik Pemohon atau Penggugat |
|
e. |
Duplik Termohon atau Tergugat |
|
f. |
Pembuktian (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat) |
|
g. |
Kesimpulan (Pemohon/Penggugat dan Termohon/Tergugat) |
|
h. |
Musyawarah Majelis |
|
i. |
Pembacaan Putusan/Penetapan |
3. |
Setelah perkara diputus, pihak yang tidak puas atas putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum (verset, banding, dan peninjauan kembali) selambat-lambatnya 14 hari sejak perkara diputus atau diberitahukan. |
|
4. |
Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara permohonan talak, Pengadilan Agama: |
|
|
a. |
Menetapkan hari sidang ikrar talak. |
|
b. |
Memanggil Pemohon dan Termohon untuk menghadiri sidang ikrar talak. |
|
c. |
Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan berdasarkan alasan hukum yang sama. |
5. |
Setelah pelaksanaan sidang ikrar talak, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai. |
|
6. |
Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, untuk perkara cerai gugat, maka dapat dikeluarkan Akta Cerai. |
|
7. |
Untuk perkara lainnya, setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka para pihak yang berperkara dapat meminta salinan putusan. |
|
8. |
Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan obyek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama yang memutus perkara tersebut. |